F Mengajarkan Anak Memiliki Rasa Tanggung Jawab - Birkov Blog

Mengajarkan Anak Memiliki Rasa Tanggung Jawab

Dalam Psikologi, ada istilah yang disebut locus of control. Istilah ini menjelaskan persepsi seseorang tentang kenapa sesuatu terjadi padanya atau kekuatan apa yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Jika orang itu lebih sering mengandalkan orang lain atau keadaan, maka disebutnya dengan istilah external locus of control. Sebaliknya, jika dia lebih sering mengandalkan usaha dirinya, maka disebutlah dengan istilah internal locus of control.



Istilah itu bisa kita pakai untuk mengukur / mengkualifikasi tingkat rasa tanggung jawab si buah hati terhadap dirinya. Kuncinya, semakin ke internal, berarti rasa tanggung jawabnya semakin tinggi. Ini ditunjukkan misalnya dari bagaimana mengelola waktu, memperbaiki diri jika ada kesalahan, mengubah diri bila ada konflik, mengurus diri, dan seterusnya.

Bagaimana proses pembentukan internal locus of control? Sejatinya, ini persoalan mental, motif atau nilai, bukan materi akademik. Karena itu, yang paling berperan pertama kali adalah keluarga. Sekolah dan lingkungan sosial memang berperan juga, tetapi peranannya sulit mengalahkan peranan keluarga.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan agar si buah hati memiliki locus of control yang lebih ke internal? Untuk anak yang masih duduk di SD, latihannya bisa kita lakukan dari pengalaman hidupnya sehari-hari, misalnya saja:

  1. Jika dia mengadu ada persoalan dengan temannya / gurunya, perlu kita tanyakan ke dia apa yang akan dilakukan agar keadaan berubah atau masalahnya selesai. Kita perlu lebih dulu mengetes inisiatifnya sebelum turun tangan.
  2. Memberi tanggung jawab berdasarkan disiplin dan perkembangannya. Kalau selama ini yang menyediakan buku dan peralatan sekolahnya itu selalu orang lain, maka perlu dilatih agar lebih mandiri.
  3. Mengubah pola instruksi dari yang sifatnya menyuruh ke yang lebih membiarkan. Tapi, jangan sampai tanpa pengawasan. Membiarkan hanya sebatas sebagai strategi pada hal-hal tertentu saja untuk melatih kesadarannya , bukan sebagai pengabaian.
  4. Menghargai usaha / pencapaiannya dengan berbagai bentuk. Ini supaya dia terdorong untuk menunjukkan inisiatif, kemampuan, dan tanggung jawabnya
  5. Membekali nilai-nilai kearifan, entah dari agama atau tradisi, terutama dalam menghadapi hal-hal buruk seperti kegagalan atau yang terkait dengan tugas moral-sosial.

Nilai-nilai kearifan menjadi penting. Anak yang merasa terlalu mandiri, jika tanpa bekal nilai-nilai, mungkin nantinya akan merasa tidak terlalu butuh sama orangtua atau renggang hubungan emosionalnya. Semoga bermanfaat.

Sumber http://www.sahabatnestle.co.id

CONVERSATION

0 komentar:

Blogger news