F In Memoriam Mayjen (P) Ernst Julius Magenda - Birkov Blog

In Memoriam Mayjen (P) Ernst Julius Magenda

Harian Umum Republik - Sabtu 21 Oktober 1972, halaman III

*Bercita-cita jadi petani tetapi akhirnya jadi prajurit yang sukses

*Gagalkan pembrontakan Madiun dengan tipu muslihat "Tiarap"

Oleh : Rusdi Thamrin

Bangsa Indonesia, khususnya ABRI telah kehilangan prajuritnya dengan meninggalnya Mayjen Ernst Julius Magenda yang pernah menjadi salah seorang pimpinan inteligence Angkatan Darat di tempat kediamannya pada jam 07.40 WIB Minggu pagi tanggal 15 Oktober 1972, dalam usia 53 tahun.

Perwira tinggi yang telah menjalani masa pensiun mulai tahun 1970 itu selalu muncul dan memegang peranan penting dalam peristiwa-peristiwa bersejarah untuk menyelamatkan negara Republik Indonesia dari berbagai rongrongan.

Namun, sesuai dengan sifat pekerjaannya dan sifat pribadi almarhum, munculnya almarhum dalam berbagai peristiwa-peristiwa penting itu sedikit sekali orang yang mengetahuinya.

Almarhum tidak pernah mau menonjolkan sejarah pribadinya.

Kita tidak ada menyimpan sejarah hidup almarhum yang agak teratur karena memang almarhum tidak mengingini hal tersebut, demikian diungkapkan diungkapkan oleh Ny. Nurhaya Magenda istri almarhum.

Umur 9 bulan tinggalkan tumpah darah

E.J. Magenda sebenarnya berasal dari daerah paling utara di Indonesia P. Talaud tapi dibesarkan di Pati, Jawa Tengah. Ia dilahirkan bertepatan pada hari kesepuluh bulan dua tahun 1919 di Kiama, P, Talaud, Kabupaten Sangir Talaud. Ayahnya salah seorang dari keturunan raja di Kiama dan mempunyai pekerjaan tani dan dikenal dengan nama Frans Magenda, mengirimkan Ernest Julius yang berumur 9 bulan dan kakak perempuannya Rosemarie Magenda berumur tiga tahun kepada bibinya Victorie Magenda (Adik Frans Magenda) yang kawin dengan Dr. Umar yang tinggal dan bekerja di P. Jawa. Persitiwa itu terjadi pada tahun 1920.

Kedua kakak beradik ini kemudian berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Makassar pada waktu itu dengan resmi diangkat menjadi anak suami istri dokter Umar paman Dr. Muwardi yang dibunuh oleh PKI pada peristiwa Madiun tahun 1948. Kakak perempuannya ini kemudian kawin dengan Sunarto saudara Dr. Muwardi. Kemudian menjadi salah seorang tokoh Perwari Jateng dan pernah menjadi DPRD propinsi Jateng selama 18 bulan sebelum pemilu 1971.

Dengan perasaan yang masih diliputi kedukaan ibu almarhum Mayjen Magenda mengungkapkan bahwa sebenarnya anaknya itu bercita-cita untuk menjadi seorang petani. Oleh karena Magenda mempunyai banyak pohon kelapa sesudah menamatkan MULO oleh orang tuanya dimasukkan ke Middelbaar Landbouw di Bogor walaupun pada waktu itu berat berpisah dengan anaknya.

Dikeluarkan dari ELS karena lagukan Indonesia Raya

Lebih jauh diungkapkan oleh Ny. Victorie Magenda, sebelum masuk MULO Ernst Julius disekolahkan oleh Dr. Umar di Europeesche Lagere School di Cilacap. Tapi pada suatu hari Ernst Julius bersama empat kawan sekelasnya menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kepala sekolah melarang Ernst Julius bersama empat orang kawannya itu dan ini menimbulkan perselisihan antara kepala sekolah dengan mereka. Direktur Departemen O & E campur tangan dan Ernst Julius diusir dari ELS dan dipindahkan ke HIS di Cilacap. Di sekolah HIS Ernst Julius tidak mau dan tidak pernah mau menyanyikan lagu Wilhelmus dan merayakan hari lahirnya Ratu Wilhelmina dan tiap 31 Agustus selalu bolos. Oleh karena itu Ernst Julius tidak diluluskan dari HIS. Akhirnya setelah mengulang lagi, Ernst Julius berhasil lulus dan meneruskan ke MULO. Dari MULO melanjutkan ke Kursus Kimia Analist Eykman dan meneruskan ke Middelbaar Landbouw School. Baru saja Ernst Julius berhasil memperoleh ijazah dari sekolah Pertanian Bogor itu pasukan Jepang mendarat di Indonesia.

Tiba-tiba muncul dengan pakaian opsir Heiho

Setamatnya di sekolah Pertanian Bogor E.J. Magenda bekerja di suatu perusahaan yang berkantor di Jembatan Merah Jakarta. Kemudian diceritakan bahwa ia ditugaskan memimpin pabrik gula "Wringin Anom" Asembagus, Besuki, Jawa Timur. Beberapa tahun tidak ada kabar beritanya, karena pergolakan perjuangan waktu itu sedangkan E.J. Magenda berada di daerah Jatim berpisah dengan kedua orang tuanya yang tinggal di Pati Jawa Tengah. Tiba-tiba tahun 1946 sebelum clash pertama E.J. Magenda mucul lagi dikalangan keluarganya dengan memakai pakaian opsir Heiho.

Setelah itu E.J. Magenda meninggalkan kedua orang tuanya lagi selama 4 tahun dan baru waktu perkawinannya dengan Nurhaya Danukusumo, anak seorang Asisten Wedana, tahun 1950 bertemu lagi dengan orang yang sudah membesarkannya dari kecil itu. Peristiwa-peristiwa mengenai dirinya selama dua kali berpisah dengan keluarga itu tidak banyak yang dapat diceritakan oleh orang tuanya. Rupanya sewaktu dia bekerja di pabrik gula "Wringin Anom" atas petunjuk Patih Sudarman di Situbondo dia memasuki latihan Heiho di Magelang. Sewaktu PETA didirikan E. J. Magenda mengikuti latihan PETA di Bogor. Kawan selatihan E.J. Magenda antara lain Prof. Dr. Prajudi Atmosudirdjo (bekas Direktur LAN). Setelah itu E.J. Magenda lulus dari latihan PETA dia dikembalikan ke Bondowoso dan diangkat menjadi Shodantjo Bondowoso, sedangkan Prajudi sebagai Tjudantjo. Pada waktu itu seorang penghubung tertangkap dan disiksa habis-habisan oleh Jepang. Dari pengakuan penghubung itu Jepang menangkap pemimpin-pemimpin PETA antara lain Prajudi, Havid Soleh dan Untung dijebloskan kedalam tahanan. Karena Jepang tidak memperoleh bukti E.J Magenda tidak jadi ditangkap.

Ikut Berjuang di Front Sidoarjo Surabaya

Kegiatan E.J. Magenda sesudah pertemuan pertama tahun 1946 dengan keluarganya dalam mengikuti perjuangan memang gelap bagi keluarganya. Sesudah tahun 1946 itu E.J Magenda menghilang selama 4 tahun dan selama itu pula orang tuanya tidak pernah mendengar berita tentang dia. Sebelum mereka bertemu tahun 1946 orang tuanya memang pernah mendengar bahwa E.J Magenda ikut di Front Sidoarjo, Surabaya. Tapi kegiatan-kegiatan E.J. Magenda lainnya tidak pernah diketahui oleh orang tuanya. Pada waktu revolusi mulai bergolak dan PETA sudah dibubarkan E.J. Magenda bersama-sama opsir-opsir lainnya membentuk BKR. Kemudian E.J. Magenda diangkat sebagai Komandan Det. Res. 3. Div. 7. dengan pangkat Kapten. Sesudah itu menjadi Komandan Bn . 9. Res. 3. Div .7.

Pada waktu penggantian resimen 4 Div.7 dan Res. 3 Div. 7. Menjadi Res. 40, E.J. Magenda diangkat menjadi Komandan Bat. 26. Pada waktu clash I, Batalyon 26 dirobah menjadi pasukan gerilya bernama C.O.G. IV Div. 7. Pasukan itu dihijrahkan ke Kediri dan E.J. Magenda diangkat menjadi Komandan Bat. 26 Div.7 dibawah Kol. Sungkono. Pasukannya yang mempunyai daerah operasi di daerah sebelah selatan Kediri diperintahkan untuk mengadakan perlawanan terhadap NICA dan kemudian memasuki kembali daerah Besuki.

Gagalkan Pemberontakan Madiun dengan Tipu Muslihat

Pada waktu pemerontakan Madiun E.J. Magenda berhasil menggagalkan suatu pemberontakan massal hanya dengan muslihat tanpa menumpahkan darah setetes pun. E.J. Magenda tahu bahwa pemberontak-pemberontak Madiun adalah bodoh-bodoh dan fanatik. Pernah E.J. Magenda didatangi oleh 6000 pemberontak bersenjata golok. Kebetulan E.J. Magenda hanya berenam.

E.J. Magenda bertanya apa maksud kedatangan mereka sebanyak itu. Mereka menjawab : " Soekarno hendak menjual negara kepada Belanda dan Mobile Brigade itu adalah militer Belanda. Pimpinlah kami untuk membunuh Soekarno dan Menyerbu Markas Besar ". Magenda menjawab : "Baik-baik kamu semua akan saya pimpin untuk menyerbu Militer Belanda dan Soekarno. Bertiaraplah kamu semua…". Semua pemberontak yang berjumlah 6000 orang dan yang sudah meluap kemarahannya karena sudah dipengaruhi PKI itu tiarap semua. Berjam-jam mereka dibiarkan tiarap dan akhirnya mereka letih dan mengantuk. Sepuluh demi sepuluh orang dikumpulkan oleh Magenda, dan dinasehati untuk pulang saja. Dengan demikian lapangan yang dipenuhi 6000 orang pemberontak itu berangsur-angsur menjadi kosong dan mereka pulang tanpa sadar. Pada waktu clash II E.J. Magenda pernah mengadakan long march dari Kediri ke Bondowoso selama empat puluh hari karena Bondowoso pada waktu itu harus segera diisi dengan pejuang-pejuang kemerdekaan kita.

Ny. Nurhaya Magenda yang menceritakan pengalamannya sesudah kawin dengan E.J. Magenda mengatakan bahwa seselesainya pesta perkawinan mereka tanggal 21 April 1950 di Bondowoso suaminya diperintahkan untuk paginya berangkat ke Sulawesi Selatan menumpas pemberontakan Andi Aziz. Pada Waktu itu tidak banyak kawan yang tahu mengenai perkawinannya. Setelah diketahui keberangkatannya ke Palopo, Sulawesi itu diundur selama tiga hari, demikian kata Ny. Nurhaya Magenda. Setelah menyelesaikan tugas menumpas Andi Aziz akhir tahun 1951. E.J. Magenda dipindahkan ke Ambon. Dia bertindak selaku perwira provost dengan tugas menyelesaikan pelanggaran tata tertib dikalangan militer. Kemudian E.J. Magenda diangkat menjadi Kepala Staf Res. 23 TT VII dan kemudian menjadi Pd. KMD. Res 23 TT VII. Setelah menjabat Pd Kepala Staf TT VII tidak berapa lama dia dipindahkan ke Jakarta (1954) dan ditempatkan di Kementerian Pertahanan Bagian Biro Penampungan Bekas Anggota Tentara.

Karena E.J. Magenda sudah merasa letih menjadi prajurit dan ingin kembali ke masyarakat untuk hidup sebagai orang yang mempunyai cita-cita dan hobi memelihara tanaman tahun 1956 dia minta pensiun dan dikabulkan. Tapi pada waktu peristiwa PRRI/Permesta dia dipanggil lagi karena dia dianggap sebagai tokoh yang cukup tangguh untuk memadamkan kedua peristiwa itu. Pada waktu terjadinya peristiwa G30S. E.J. Magenda pernah mendatangi Jenderal Nasution jam 10.30 malam sebelum pasukan-pasukan G30S/PKI menculik dan membunuh pahlawan-pahlawan revolusi, demikian kata seseorang yang terus mengikuti kegiatan almarhum selama penumpasan G30S. Dikatakannya bahwa apa yang dibicarakan dengan Jenderal Nasution dia sendiri tidak mengetahui. Tapi E.J. Magenda sendiri bercerita pada istrinya Ny. Nurhaya Magenda. Dikatakan, almarhum melaporkan kegiatan PKI yang semakin meningkat dan rencana PKI untuk mengadakan pemberontakan tapi kapan waktunya, belum diketahui pada waktu itu. Oleh E.J. Magenda ditanyakan kepada Jenderal Nasution apa perlu ditambah pasukan. Tapi Jenderal Nasution menganjurkan untuk tidak menambah pasukan karena hal itu akan menimbulkan dugaan seolah-olah "kita" yang akan mengadakan coup.

E.J. Magenda aktif sekali dalam usaha-usaha penumpasan sisa-sisa G30S/PKI, tapi kegiatannya tidak banyak orang yang mengetahui. Pada tahun 1968 almarhum mengajukan untuk pensiun lagi setelah sejak tahun 1964 sebagai Pati diperbantukan ke KASAD. Permintaan almarhum itu dikabulkan oleh pimpinan AD dan mulai tahun 1968 sampai 1970 menjalani masa persiapan pensiun. Tahun 1970 Mayjen (P) E.J. Magenda memulai pensiunnya sampai akhir hayatnya jam 07.40 Minggu pagi 15 Oktober 1972. E.J. Magenda mengakhiri hayatnya setelah mengalami pendarahan otak. Almarhum meninggalkan seorang istri dan 4 orang putra, 3 laki-laki dan 1 orang perempuan. E.J. Magenda dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata pada sore Minggu jam 15.00 WIB. Seorang lagi putra Indonesia yang telah memberikan dharma baktinya kepada Persada ibu Pertiwi telah berlalu. Seorang putra Indonesia yang dalam hidupnya bercita-cita menjadi seorang petani dan pemelihara tanaman, tapi selama hidupnya cita-cita dan keinginannya tidak pernah tercapai. Namun dia sudah memberikan apa yang dapat dia berikan kepada Negara dan Bangsa yang dicintainya.

CONVERSATION

0 komentar:

Blogger news